Selasa, 1 Desember 2009 | 00:06 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Prediksi Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional (National Oceanic and Atmospheric Administration/NOAA) Amerika Serikat (AS) terkait kemungkinan banjir besar di DKI Jakarta pada minggu ketiga Desember 2009 diharapkan menjadi masukan terpenting bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Prediksi NOAA hasil analisa satelit itu menyebutkan bahwa bencana banjir yang mengancam DKI akan lebih mengerikan dibandingkan bencana serupa 2007 lalu. Pakar Teknologi Lingkungan Universitas Indonesia (UI), Dr Firdaus Ali, pekan lalu di Jakarta mengatakan, perhitungan dari NOAA AS dan lembaga sejenis di Jepang tingkat akurasinya selama itu sangat meyakinkan. ”Bukan menakut-nakuti, tapi ancaman banjir kali ini tidak bisa dianggap remeh,” katanya kepada Warta Kota.

Menurut Firdaus, prediksi badan pemantau atmosfer di AS dan Jepang itu sangat akurat dibandingkan dengan pendekatan yang selama ini dilakukan di Jakarta. ”Mereka lebih baik. Jangan lupa, belakangan banyak sekali fenomena alam di mana dalam waktu 2 hingga 4 jam bisa berubah,” katanya.

Firdaus menunjuk, badai yang menghantam daratan China yang semula diprediksi sampai Jepang, ternyata berbalik arah tidak sampai ke Jepang. Biasanya, kata Firdaus, kewaspadaan di AS dan Jepang terhadap bencana alam dilakukan dalam rentang empat bulan sesuai kecenderungan yang ada, di mana sekitar 70 persen mendekati kenyataan.

Prakiraan NOAA itu, kata Firdaus, bisa menjadi acuan untuk dimanfaatkan semaksimal mungkin, termasuk oleh pemerintah, kalangan DPRD, dan masyarakat. ”Seberapa siap kita jika curah hujan terjadi lebih berat di Jakarta, belum lagi banjir kiriman dari hulu, jika dibandingkan banjir tahun 2002 dan 2007? Semua fenomena alam itu kan hanya Tuhan yang tahu,” katanya.

Kebiasaan buruk

Seberapa siap sejumlah pihak menghadapi banjir? Firdaus mengatakan, masalah saluran mikro selama ini belum tersentuh APBD DKI, karena upaya mengatasi banjir dimulai dari yang makro dengan mengeruk sejumlah sungai. Sementara saluran mikro yang merupakan saluran penghubung di DKI, yang panjangnya sepanjang 1.360 km atau sepanjang Anyer-Panarukan, belum tersentuh secara maksimal.

Dari data 2008, terdapat saluran air yang hilang sepanjang 300 km. Hilangnya saluran air itu, kata Firdaus, terkait dengan berubahnya fungsi saluran, di antaranya dibangun dan dimatikan oleh sejumlah pihak. Kondisi itu sangat memengaruhi upaya Pemprov DKI mengatasi banjir saat curah hujan tinggi dan tidak mungkin diatasi dengan cara tradisional.

Menurut Firdaus, jika saluran mikro tidak tertangani maka hujanderas sebentar saja air akan menggenang seperti yang terjadi pada 13 November lalu. Saat itu ketinggian air di Jalan Sabang, Jalan MH Thamrin, dan Jalan Jenderal Sudirman, mencapai 30 cm.

Terkait saluran mikro, dari pantauan Warta Kota diketahui sejumlah saluran di Jakarta tersumbat karena penuh dengan sampah. Ketidakdisiplinan masyarakat diperparah dengan perilaku sejumlah pihak yang menyapu sampah ke selokan. Akibatnya, sejumlah saluran air mikro dipenuhi sampah, sehingga tidak aneh jika air cepat meluap dan menggenangi sejumlah wilayah.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum (DPU) DKI Jakarta, Budi Widiantoro, menyatakan, Pemprov DKI Jakarta berupaya maksimal agar banjir di DKI Jakarta teratasi dan peristiwa tanggal 13 November menjadi pelajaran penting. ”Kanal Bajir Timur beroperasi pada Desember 2009,” katanya.

Dengan demikian, kata Budi, lima sungai di DKI Jakarta akan dipotong dengan Kanal Banjir Timur (KBT). Sementara itu di Kanal Bajir Barat (KBB) dibangun tanggul setinggi 1,2 meter. Selain itu, di sebanyak 64 segmen sungai di seluruh DKI Jakarta dilakukan pengerukan dan di beberapa lokasi ditambah pompa termasuk di Kali Cideng.

Sedangkan terkait semua saluran mikro, Budi menyatakan, saluran-saluran tersebut dikuras. Minimal, normalisasi saluran mikro dilaksanakan di jalan-jalan utama. ”Dengan demikian, kita berharap akan teratasi semuanya,” katanya. (Gede Moenanto)


This entry was posted on 02.36 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: